Perkembangan Teknologi Percetakan
Pada masanya, percetakan adalah proses yang rumit dan panjang. Ada proses yang dilakukan secara terpisah dan memerlukan keahlian khusus. Di bawah ini adalah pengalaman saya saat mengalami perkembangan teknologi percetakan.
Menggunakan Teknologi Manual
Pada era 80an, orang-orang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan desain grafis masih menggunakan cara-cara. Benar-benar manual menggunakan tangan menggambar di atas kalkir untuk sablon atau di atas kertas dengan menggunakan pena khusus, seperti Rotring. Untuk proses sablon pecah warna berarti membuat salinan desain, lalu mewarnai tiap warna dengan tinta hitam. Jika ingin membuat film, maka kita perlu menggunakan kamera khusus di dalam ruang gelap untuk melakukan proses repro.
Cara lain, yaitu dengan menggunakan letter press yang terbuat dari timah yang mana kita harus menyusunnya ke dalam ram yang nantinya dinaikkan ke mesin handpress. Jika cetakannya berwarna, maka menggunakan mesin yang beda dengan rol yang beda pula. Itu baru proses persiapan, proses cetaknya pun rumit. Apalagi kalau melibatkan separasi warna. Setelah repro film yang biayanya terbilang mahal dan makan waktu lama, terkadang harus dilakukan proof print yag biayanya hampir sama dengan biaya cetak itu sendiri. Fungsi proof print untuk mengecek warna separasi.
Memasuki Era Digital
Era awal digital masuk ketika masuknya mesin IBM. Mengetik dapat dilakukan dengan lebih cepat dan rapi, meski variasi fontnya terbatas. Satu lagi, sistemnya “live” artinya ketika mengetik, kita secara langsung juga mencetak di kertas. Kalau salah, harus di-tip ex atau malah mengulang kembali dari awal. Baru di akhir 80-an kita mulai mengenal PC. Masih dengan sistem DOS dan menggunakan disket terbuat dari vinyl. Setidaknya, di masa tersebut proses desain manual mulai terganti. Masuknya software publishing desktop mulai “merevolusi” proses percetakan. Proses panjang dan rumit mulai tergantikan dengan komputer.
Dulu, software bernama Ventura menjadi standar desktop publishing percetakan. Corel kemudian membeli aplikasi ini dan menjadikannya aplikasi CorelDRAW di awal 90-an. Selain Corel, ada Macromedia Freehand yang sempat populer di kalangan tukang setting dan desain grafis. Sama seperti yang terjadi dengan Corel, Adobe kemudian membeli Macromedia Freehand yang akhirnya memutuskan untuk “mematikan” pesaing Adobe Illustrator setelah seri Macromedia MX. Nasib serupa juga dialami aplikasi bernama PageMaker, dulu perusahaan bernama Aldus-lah yang mengembangkannya, ia merupakan pesaing QuarkExpress sebagai software untuk layout seperti majalah, koran, buku, kalender, brosur dan semacamnya. Macromedia lalu mengakuisisi PageMaker dan mengembangkan software ini hingga seri ke-7. Setelah Adobe membeli Macromedia, mereka kemudian “menyuntik mati” PageMaker untuk kemudian Adobe mengeluarkan InDesign yang mengambil kerangka utamanya dari PageMaker.
Computer To Plate (CTP)
Revolusi selanjutnya adalah munculnya teknologi Computer to Plate (CTP) di pertengahan 2000-an. Teknologi ini memangkas proses repro film yang rumit, lama, dan mahal. Selain itu, presisi warna repro film ini tergolong “buruk”. Proses kimia dan ketelitian operator sangat berpengaruh. Adanya CTP selain mempercepat proses juga memudahkan sekaligus menekan harga biaya cetak.Di era ini, mesin-mesin banyak yang masih menggunakan mesin-mesin cetak generasi tahun 70-80 an, karena masih menggunakan plate sebagai media reproduksi cetakan. Banyak yang masih menggunakan mesin cetak kecil seperti mesin Toko, misalnya seri 810 atau 820. Proses rekam plate tidak berubah, hanya saja dengan mengunakan CTP, plate alumunium yang memiliki detail yang tinggi makin murah dan cepat dengan adanya CTP.
Kini era digital sudah masuk kesemua lini. Dari proses desain, prepress hingga cetak bisa dilakukan dalam satu komputer saja. Apalagi sistem cetak jarak jauh dengan menggunakan aplikasi PDF membuat tukang cetak tak perlu lagi bergerak dari kursi kerjanya…. kecuali pada saat mengambilambil cetakan dan proses finishingnya. Semoga tidak bosan bacanya…
(Tulisan ini disunting dari postingan Facebook Hilman Istijadi)
Komentar Anda